by Okky Madasari
1. Media sosial adalah ruang publik yang harus dimanfaatkan, diintervensi, diperebutkan.
2. Kebisingan dan kedangkalan yang mendominasi media sosial harus diubah menjadi percakapan gagasan, ekspresi kreativitas, opini yang berdampak, pertanyaan kritis dan cerita-cerita yang berjiwa.
3. Bookfluencer atau pemengaruh buku bukan sekadar alat promosi atau buzzer. Bookfluencer adalah bagian dari upaya merebut ruang publik media sosial untuk menjadi ruang percakapan, untuk menyebarkan opini-opini yang berdampak, bagian dari ekspresi kreatif.
4. Bookfluencer bukan sekadar "tukang review" buku. Bookfluencer harus menempatkan diri sebagai pencipta wacana dan pemantik percakapan tentang gagasan yang tertulis dalam sebuah buku, termasuk relevansinya dengan persoalan masyarakat.
5. Bookfluencer bukan fan base, bukan pula kelompok pencaci. Bookfluencer adalah kritikus generasi baru. Inilah masa di mana kritikus tidak hanya berasal dari dunia akademik atau mereka yang berasal dari komunitas kebudayaan.
6. Bookfluencer punya tanggung jawab untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar bisa menghasilkan wacana dan percakapan yang berkualitas.
7. Bookfluencer lahir dan tumbuh karena cinta. Cinta pada buku, cinta pada ilmu, cinta pada masyarakatnya.
We should all be bookfluencers!
Love,
OM
*This manifesto was declared on January 24, 2021 at Readers' Gathering by Gramedia Pustaka Utama