Apa yang mendasari anda untuk membuat novel ini dengan tema perempuan yang begitu sangat kuat ?
Ketidakdilan terhadap perempuan terjadi pada setiap masa. Dengan Entrok saya ingin menggambarkan ketidakadilan pada masa Orde Baru. Pelaku ketidakdilan pada perempuan adalah negara, masyarakat, pemuka agama, maupun laki-laki di sekitar perempuan itu sendiri.
Mengapa novel menggunakan kata “Entrok” sebagai judul novel ini? Notabene kata ini adalah bahasa jawa lawas, yang saya sendiri pada saat membeli buku ini belum tahu apa arti dari kata entrok tersebut.
Kata Entrok sangat dominan digunakan pada bab pertama novel tersebut. Entrok menjadi symbol keterkungkungan dan perlawanan perempuan. Kenapa tidak pakai BH? Bahasa itu soal rasa. Ada makna kultural dan simbolis melekat pada entrok, tapi tidak melekat pada BH.
Mengapa selalu dalam karya anda, laki-laki selalu diceritakan sebagai tukang selingkuh, mendua, dan lain sebagainya itu ? memang tidak saya pungkiri bahwa laki-laki memang hampir semuanya seperti itu.
Itu cermin apa yang terjadi dalam masyarakat. Itu juga jadi symbol bagaimana system patriarki terus menimbulkan ketidakadilan pada perempuan.
Apakah semua atau sebagian dari cerita novel ini termasuk kisah nyata yang anda alami sendiri?
Sebagian terinspirasi dari kisah nenek saya.
Apakah karakter Marni bisa dijadikan tolak ukur yang baik sebagai perempuan yang tangguh dan pantang menyerah?
Bisa.
Bagaimana tanggapan anda tentang permasalahan dalam penelitian saya yang menggunakan objek dari novel “Entrok’ ?
Bagus. Tapi coba lihat feminisme dari sisi ketidakadilan ekonomi. Itu terasa sekali dalam Entrok.
Apakah ada rencana melanjutkan novel ini ? mungkin menceritakan cerita Rahayu setelah masa orde baru. Karena dalam novel ini cerita tentang Marni lebih dominan ketimbang Rahayu.
Tidak.
Mengapa memilih tokoh utama perempuan dan sepanjang cerita di novel berkutik tentang perempuan ?
Perempuan mengalami ketidakadilan dalam banyak lapisan kehidupan. Dan itu masih terjadi hingga sekarang.
Apakah novel “Entrok” hanya diperuntuhkan untuk orang dewasa atau usia 18 tahun ke atas karena ceritanya yang begitu mencekam dan ada beberapa bagian yang begitu fulgar?
Novel ini memang untuk pembaca dewasa. Tapi saya merasa anak remaja yang sudah biasa membaca buku dan biasa berdiskusi akan bisa membaca novel ini.
Apa tanggapan anda tentang banyaknya mahasiswa yang menjadikan novel “Entrok” sebagai objek penelitian dalam skripsi ataupun disertasi ?
Tentu saya senang dan berterimakasih. Sebuah karya sastra akan semakin memiliki makna jika banyak yang menafsirkan, meneliti, memaknai.
Wawancara dengan Muhammad Ricko Aji Saputro, Universitas Dr. Soetomo