oleh Okky Madasari

Kita membutuhkan presiden yang lebih mengerti permasalahan internasional, terutama masalah penjajahan Israel terhadap Palestina. Presiden mendatang harus berkomitmen mendukung kemerdekaan Palestina serta bersikap tegas terhadap Israel. 

Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia, telah aktif membantu Palestina bahkan sejak Indonesia belum lepas dari penjajahan. Sementara itu, Muhammadiyah, organisasi Islam terbesar kedua di negeri ini, telah puluhan tahun melakukan program-program pemberdayaan sosial dan ekonomi untuk masyarakat Palestina di Jalur Gaza. Dalam pernyataannya pada 1962 Presiden Sukarno sudah menyatakan bahwa Indonesia akan terus berjuang melawan Israel selama Palestina belum merdeka dari negara Zionis tersebut. 

Dukungan Indonesia terhadap Palestina bukan hanya karena mereka beragama Islam atau karena kita negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Penjajahan Israel terhadap Palestina adalah masalah kemanusiaan dan Undang-Undang Dasar negara ini telah menegaskan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Membantu perjuangan rakyat Palestina adalah amanat konstitusi, hukum paling mendasar di negara ini. Jadi, jika ada negara apapun agama dari penduduknya yang masih dijajah, maka Indonesia harus ikut membela negara tersebut.

Sementara Indonesia secara tegas mendukung kemanusiaan dan hak dasar manusia, negara-negara Barat (Eropa dan Amerika Utara) terus mengkhianati prinsip-prinsip dasarnya sendiri.

Frankfurt Book Fair, pasar buku terbesar di dunia itu, menyatakan akan selalu berada di pihak Israel. FBF 2023 yang digelar 18 - 22 Oktober juga akan memberikan sorotan utama pada karya-karya penulis Yahudi dan Israel. Sementara, rencana pemberian penghargaan pada penulis Palestina, Adania Shibli, dibatalkan. 

Ini hanya salah satu contoh ketidakadilan terhadap Palestina dan pembelaan membuta kepada Israel. Selama puluhan tahun negara-negara Barat yang mengklaim dunia mereka sebagai dunia bebas yang menghormati kebebasan individu bukan hanya merestui pendudukan paksa Israel terhadap tanah milik rakyat Palestina, tapi memberikan dukungan keuangan dan alat militer kepada Israel yang dipakai untuk melaksanakan agresinya dan memperpanjang pendudukannya di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

AS misalnya mengirim 3,8 miliar dolar (setara 60 triliun rupiah) setiap tahun ke Israel. Bantuan seperti inilah yang dipakai Israel untuk melakukan operasinya menjajah dan membunuh orang Palestina. Dukungan inilah yang memungkinkan Israel dapat bertahan begitu lama dan makin menjadi-jadi dalam melakukan kejahatannya terhadap Palestina.

Negara-negara yang dengan bangga mengklaim diri mereka sebagai pelopor dan pembela kebebasan, demokrasi dan hak-hak asasi manusia justru terus membantu Israel menjajah dan membantai rakyat Palestina.

Seperti yang terlihat dari sikap FBF – yang notabene adalah kelompok intelektual – dukungan membuta terhadap penjajahan Israel juga dilakukan oleh media-media besar di Amerika dan Eropa. Cara BBC, media terpandang Inggris, ketika memberitakan bahwa Hamas telah memenggal ratusan bayi-bayi Israel dengan hanya berdasarkan keterangan sepihak pejabat Israel memperlihatkan betapa biasnya media massa negara-negara Barat. Pemenggalan ini terbukti hanya berita bohong setelah pemerintah Israel menyatakan tidak bisa mengkonfirmasi kebenaran berita tersebut. Ketika sebuah rumah sakit di Gaza di bom Israel dan 600 orang terbunuh, Presiden AS Joe Biden tanpa bukti yang jelas menyatakan bukan Israel yang melakukannya, sementara media-media masih berkeras memakai versi Israel bahwa ledakan di rumah sakit tersebut akibat rudal Hamas yang gagal meluncur.            

Adalah sebuah kenyataan bahwa Israel menduduki Gaza dan Tepi Barat serta memblokade kedua area di mana sekitar 5 juta orang Palestina tinggal. Israel juga menerapkan politik apartheid terhadap orang Palestina mirip seperti yang diterapkan Pemerintah Apartheid kulit putih Afrika Selatan terhadap orang asli Afrika. 

Adalah sebuah kenyataan juga bahwa Israel dengan semaunya membunuh rakyat Palestina sebagai bagian dari agenda ethnic cleansing untuk membersihkan area tersebut dari orang Palestina dan memuluskan jalan terbentuknya negara Israel yang besar yang juga melingkupi Gaza dan Tepi Barat. 

Untuk memberikan gambaran kebiadaban Israel, dalam 10 hari terakhir ini saja hampir 5000 orang Palestina terbunuh oleh serangan-serangan udara Israel, di antaranya serangan bom Israel terhadap rumah sakit dan sekolah yang membunuh ratusan orang termasuk anak-anak, sementara lebih dari 1 juta orang Palestina lainnya dipaksa mengungsi menghindari serangan maut ini. Dapat kita bayangkan berapa korban dan kesengsaraan rakyat Palestina dalam puluhan tahun pendudukan Israel.

Komitmen Capres

Melihat kebiadaban Israel yang makin menjadi-jadi terhadap rakyat Palestina, Indonesia membutuhkan presiden yang lebih tegas lagi terhadap Israel dan berupaya lebih keras lagi membantu kemerdekaan Palestina. 

Di bawah Presiden Joko Widodo, Indonesia memang secara formal tetap konsisten dengan kebijakan pembelaan terhadap Palestina tetapi karena kekurang-pengertian Presiden terhadap masalah ini – dan masalah-masalah internasional secara umum – Indonesia sering reaktif dan tidak fokus. Pernyataan Kementerian Luar Negeri yang secara tegas menyalahkan Israel dan mengutuk negara zionis ini sebagai pelanggar hukum internasional sangat patut dihargai. Tetapi Jokowi hampir tidak pernah bicara tentang Palestina dan pernyataan terakhirnya kurang tegas mengutuk Israel.  

Kita memerlukan presiden yang mengerti permasalahan internasional, bukan yang hanya membeo membacakan pernyataan yang sudah diulang-ulang sebelumnya. 

Usai mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar langsung mengajak rakyat Indonesia untuk terus berjuang mendukung kemerdekaan  rakyat Palestina dari Israel dan mengajak pendukung mereka untuk mendoakan rakyat Palestina. Sebelumnya,  Ganjar Pranowo mengambil resiko untuk tidak populer dengan mendukung penolakan terhadap Israel bertanding di Piala Dunia FIFA U-20 di Indonesia. Prabowo Subianto juga telah menyatakan sikapnya mendukung kemerdekaan Palestina. Pertanyaannya adalah siapa di antara mereka yang akan lebih tulus, fokus dan tegas serta akan mengambil langkah konkrit dalam membantu Palestina?   ***

Terbit di Jawa Pos
 

Tags

1965 A Teeuw AA Navis Academic Journal Aceh Achdiat Kartamihardja Agnez Mo Agus Yudhoyono Ahmadiyah Ahok Aktivisme Anarchism Angga Sasongko Apsanti Djokosujatno Arswendo Atmowiloto ASEAN Asrul Sani Atambua Australia Indonesia Azab Bahasa Melayu Bakhtin Bebalisme Belu Bencana Benedict Anderson Bertahan Bookfluencer Bound BRIN, Megawati Soekarnoputri, Ideologi Pancasila Burkini Capitalism Censorship Cerita Perjalanan Cerpen Children's Day Children's Literature Clifford Geertz Colonialism Coronavirus Corruption Crazy Rich Crazy Rich Asians Decolonising Knowledge Deleuze Democracy Detik Dhjksh Dinasti Disabilitas Dorce, Transgender Education Education Edward Said Egg Boy Emile Durkheim Engaged Literature Entrok Faisal Tehrani Fanon Feminism Feminism Film Film Foucault Freedom Freedom Of Expression Friedrich Engels Gapi Gayatri Spivak Gebunden Gempa Bumi Gender Equality Genealogi Gili Meno Gojek Griffith Review Gus Dur Habermas Hamka Hamzah Fansuri Hari Buruh Hari Ibu Hari Kartini Hijab Hikayat Kadiroen History Human Human Rights Humanity Humor HUTRI76 Identitas Imlek Indonesia Gender Research Islam Islam Istirahatlah Kata-Kata Jagal Jalaluddin Rakhmat Jawa Pos Joko Pinurbo Jose Ramos Horta Joshua Oppenheimer Jurnal Perempuan Kapitalisme Karl Mannheim Kartini Kebebasan Kebebasan Kebebasan Berekspresi Kekerasan Seksual Kekuasaan Kekuasaan Kelas Menulis Kelas Pemikiran Kelas Penulisan Kennedy Kerumunan Terakhir Khashoggi Kids Kipandjikusmin Kompas Korupsi KPK Leviathan Lewat Djam Malam LGBT Literature Literature Lombok Makar Malay Mangunwijaya Manifesto Mannheim Maryam Maryam Mata Mata Dan Nyala Api Purba Mata Dan Rahasia Pulau Gapi Mata Di Tanah Melus Max Havelaar May Day Media Research Media Sosial Mendikbud Menulis Opini Mobilitas Sosial Multatuli Mural Nadiem Makarim Natal Nawal El Saadawi New Naratif Nh Dini Nkcthi Novel Baswedan OM Institute OMG! My Story OMInstitutePrograms Omong-Omong Media Orasi Orientalism Ortega Gasset Padang Pariaman Pandemi Papua Pasung Jiwa Pelatihan Menulis Pembunuhan Sosial Perempuan Phuket Pidato Kebudayaan Polisi Virtual Politics Politik Politik Bahasa, Pornography Law Pramoedya Privilege Psychoanalitical Puisi Puisi Pulau Buru Racism Raffi Ahmad Ramadan Ramon Grosfoguel Religion Religiusitas Resensi Revolusi Akhlak Revolusi Mental Riset Gender RKUHP Roland Barthes Sabir Laluhu Saras Dewi Sarjana Sartre Sastra Sastra Sastra Anak Sastra Perlawanan Science Of Fictions Sejarah Bahasa Selametan Semaoen Seni Menulis Opini Seni Menulis Skripsi Seri Mata Sexuality Silsilah Duka Singapore Social Dilemma Social Media Socrates Solo, Solitude Sosiologi Agama Soul Suara USU Subaltern Sumatra Sumpah Pemuda Syariah Law Syed Farid Alatas Syed Hussein Alatas Syed Naquib Alattas Syekh Siti Jenar Tahun Baru Teknologi Teror Thailand The Act Of Killing The Glass Castle The Jakarta Post The Last Crowd The Years Of The Voiceless Thomas Hobbes Timor Leste Tips Skripsi Tommy F Awuy Translation Travel Travel Writing Tsunami Tuhan Aku Lapar Usmar Ismail UU ITE Vaksin Covid19 Voice Wawasan Kebangsatan Wiji Thukul WijiThukul Women Of Letters Wonder Writing Workshop Xenophobia Yang Bertahan Dan Binasa Perlahan