oleh: Okky Madasari

Tema Hari Perempuan Internasional 2023 “DigitAll: Innovation and technology for gender equality”, mengajak kita untuk menilik sejauh mana teknologi berperan dalam membangun kesetaraan. Akankah teknologi membebaskan perempuan dari diskriminasi dan ketidakadilan? 

Suatu hari, saya tersenyum membaca unggahan Instagram seorang pesohor yang mengurai salah satu keinginannya sebagai seorang istri adalah ingin memiliki robot buat nyapu, robot yang bisa menggantikan peran manusia untuk menyapu. Robot penyapu dan pengepel saat ini memang sudah umum digunakan di perkantoran dan tempat-tempat publik. Sangat mungkin bahwa robot ini juga sudah bekerja di rumah-rumah pribadi banyak orang di berbagai negara. 

Mimpi untuk memiliki robot penyapu barangkali serupa dengan mimpi banyak perempuan sekitar 30 tahun lalu untuk memiliki mesin cuci. Ketika di banyak keluarga, seorang istri harus mencuci bajunya, baju suami dan anaknya, sebuah mesin cuci akan hadir sebagai dewa penolong. Tak perlu lagi capek-capek mengucek, meremas, menyikat baju. Tak ada lagi ceritanya tangan jadi kasar bahkan iritasi karena kena sabun cuci. Sebagai sebuah teknologi baru, harga mesin cuci masa itu masih belum terjangkau untuk banyak orang. Bahkan ketika sekarang harganya sudah relatif lebih murah pun, masih banyak yang belum mampu untuk membeli mesin cuci. Di banyak keluarga yang belum mampu memiliki mesin cuci ini, pekerjaan mencuci baju masih jadi beban untuk perempuan. 

Dari mesin cuci baju hingga robot penyapu dan pengepel, teknologi bisa memberi sedikit jalan keluar di tengah sistem masyarakat yang masih menempatkan pekerjaan domestik sebagai tanggung jawab perempuan. Kehadiran mesin-mesin ini telah membantu menghemat waktu dan energi banyak perempuan, memungkinkan perempuan untuk melakukan hal lain yang ia sukai dan mengembangkan potensi yang dimiliki. 

Tentu ini juga disertai fakta bahwa peluang kemudahan itu masih belum bisa didapatkan oleh mereka yang tak punya uang untuk membeli teknologi. Kemudahan mengerjakan pekerjaan domestik berkat teknologi juga tidak berarti bahwa sistem sosial yang menyerahkan pekerjaan domestik pada perempuan telah terhapus.

Meski demikian, tak bisa dipungkiri bahwa teknologi telah memberikan harapan pada banyak perempuan di seluruh belahan dunia. Ketika banyak perempuan yang setelah menikah dan punya anak – dengan berbagai alasan – memutuskan untuk tidak lanjut bekerja di luar rumah, teknologi kini telah menjadi pintu baru atas berbagai jenis pekerjaan dan aktivitas yang bisa dikerjakan dari rumah. Banyak perempuan yang kini dengan lincah membuka usaha mandiri dari rumah; mulai dari menjual makanan, membuka toko baju online, hingga membeli saham dan berinvestasi. Berkat teknologi pula, tak sedikit perempuan yang punya kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki; belajar menulis, belajar melukis, belajar membuat kue, belajar berdandan, termasuk berjejaring dengan perempuan-perempuan lain sesuai dengan minatnya masing-masing. 

Dalam kehidupan sosial politik, ketika norma patriarki membentuk perempuan untuk diam dan menghalangi perempuan untuk aktif dalam kehidupan publik, teknologi kini memberikan akses pada perempuan di mana pun mereka berada untuk turut bersuara. Lewat Facebook, ibu-ibu dari ujung Sumatra dan Maluku bisa menyuarakan keprihatinan dan kemarahannya atas korupsi yang dilakukan pejabat. Di Twitter dan TikTok, seorang remaja perempuan bisa mengekspresikan opininya atas ketidakadilan yang dilihatnya. Di Instagram, selebritas perempuan yang selama ini dianggap tak peduli dengan politik, justru bisa bersuara lantang dalam mendukung atau menolak rencana pengesahan suatu undang-undang. Berkat media sosial pula, korban kekerasan seksual bisa bersuara dan menuntut keadilan. Gerakan #metoo adalah bukti nyata bagaimana media sosial membuka akses bagi mereka yang selama ini terbungkam. 

Di sisi lain, ada sekelompok ibu-ibu bisa menggalang petisi untuk mengajak publik memboikot sebuah film yang tidak disukai atau menekan pihak-pihak tertentu untuk membatalkan sebuah pertunjukan atau menarik produk yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai yang mereka anut. Setuju atau tidak setuju dengan seruan boikot dan penggalangan petisi online tersebut, harus diakui bahwa ini merupakan bentuk nyata dari pemanfaatan teknologi oleh perempuan untuk tujuan politis. 

Tentu saja teknologi baru hadir dengan masalah baru. Berbagai kemudahan dan peluang baru yang diberikan teknologi pada perempuan, diiringi dengan hadirnya ketidakadilan-ketidakadilan baru bagi perempuan. 

Media sosial melahirkan bentuk dan kesempatan baru atas pelecehan dan kekerasan pada perempuan. Pelecehan seksual tidak hanya dalam bentuk kontak fisik tapi juga lontaran kata-kata dalam ruang percakapan virtual. Kekerasan pun hadir dalam bentuk-bentuk intimidasi, bully, upaya menakuti-nakuti, bahkan ancaman untuk menyebarkan foto-foto pribadi. 

Teknologi juga menambah satu lagi aspek dalam ketimpangan akses dan kesenjangan ekonomi. Ketika penguasaan teknologi bisa membuka berbagai peluang baru, maka mereka yang tak mampu menjangkau teknologi akan kian tertinggal dan terlupakan. 

Akses pada teknologi juga tak hanya diartikan sebagai penggunaan ponsel dan keterhubungan dengan internet, tapi juga penciptaan atas teknologi itu sendiri. Apakah perempuan memiliki akses yang setara dengan laki-laki dalam pendidikan dan industri teknologi? Data menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan di industri teknologi masih jauh dari 30%. 

Peran perempuan dalam penciptaan dan inovasi teknologi menjadi krusial, bukan semata demi angka kesetaraan, tapi untuk mengurangi bias dalam produksi teknologi. Dengan keterlibatan perempuan, diharapkan akan lahir teknologi-teknologi yang memberi solusi atas persoalan perempuan akibat dari ratusan tahun ketidakadilan sistem. *

Terbit di Omong-Omong MediaTeknologi yang Membebaskan Perempuan

 

Tags

1965 A Teeuw AA Navis Academic Journal Aceh Achdiat Kartamihardja Agnez Mo Agus Yudhoyono Ahmadiyah Ahok Aktivisme Anarchism Angga Sasongko Apsanti Djokosujatno Arswendo Atmowiloto ASEAN Asrul Sani Atambua Australia Indonesia Azab Bahasa Melayu Bakhtin Bebalisme Belu Bencana Benedict Anderson Bertahan Bookfluencer Bound BRIN, Megawati Soekarnoputri, Ideologi Pancasila Burkini Capitalism Censorship Cerita Perjalanan Cerpen Children's Day Children's Literature Clifford Geertz Colonialism Coronavirus Corruption Crazy Rich Crazy Rich Asians Decolonising Knowledge Deleuze Democracy Detik Dhjksh Dinasti Disabilitas Dorce, Transgender Education Education Edward Said Egg Boy Emile Durkheim Engaged Literature Entrok Faisal Tehrani Fanon Feminism Feminism Film Film Foucault Freedom Freedom Of Expression Friedrich Engels Gapi Gayatri Spivak Gebunden Gempa Bumi Gender Equality Genealogi Gili Meno Gojek Griffith Review Gus Dur Habermas Hamka Hamzah Fansuri Hari Buruh Hari Ibu Hari Kartini Hijab Hikayat Kadiroen History Human Human Rights Humanity Humor HUTRI76 Identitas Imlek Indonesia Gender Research Islam Islam Istirahatlah Kata-Kata Jagal Jalaluddin Rakhmat Jawa Pos Joko Pinurbo Jose Ramos Horta Joshua Oppenheimer Jurnal Perempuan Kapitalisme Karl Mannheim Kartini Kebebasan Kebebasan Kebebasan Berekspresi Kekerasan Seksual Kekuasaan Kekuasaan Kelas Menulis Kelas Pemikiran Kelas Penulisan Kennedy Kerumunan Terakhir Khashoggi Kids Kipandjikusmin Kompas Korupsi KPK Leviathan Lewat Djam Malam LGBT Literature Literature Lombok Makar Malay Mangunwijaya Manifesto Mannheim Maryam Maryam Mata Mata Dan Nyala Api Purba Mata Dan Rahasia Pulau Gapi Mata Di Tanah Melus Max Havelaar May Day Media Research Media Sosial Mendikbud Menulis Opini Mobilitas Sosial Multatuli Mural Nadiem Makarim Natal Nawal El Saadawi New Naratif Nh Dini Nkcthi Novel Baswedan OM Institute OMG! My Story OMInstitutePrograms Omong-Omong Media Orasi Orientalism Ortega Gasset Padang Pariaman Pandemi Papua Pasung Jiwa Pelatihan Menulis Pembunuhan Sosial Perempuan Phuket Pidato Kebudayaan Polisi Virtual Politics Politik Politik Bahasa, Pornography Law Pramoedya Privilege Psychoanalitical Puisi Puisi Pulau Buru Racism Raffi Ahmad Ramadan Ramon Grosfoguel Religion Religiusitas Resensi Revolusi Akhlak Revolusi Mental Riset Gender RKUHP Roland Barthes Sabir Laluhu Saras Dewi Sarjana Sartre Sastra Sastra Sastra Anak Sastra Perlawanan Science Of Fictions Sejarah Bahasa Selametan Semaoen Seni Menulis Opini Seni Menulis Skripsi Seri Mata Sexuality Silsilah Duka Singapore Social Dilemma Social Media Socrates Solo, Solitude Sosiologi Agama Soul Suara USU Subaltern Sumatra Sumpah Pemuda Syariah Law Syed Farid Alatas Syed Hussein Alatas Syed Naquib Alattas Syekh Siti Jenar Tahun Baru Teknologi Teror Thailand The Act Of Killing The Glass Castle The Jakarta Post The Last Crowd The Years Of The Voiceless Thomas Hobbes Timor Leste Tips Skripsi Tommy F Awuy Translation Travel Travel Writing Tsunami Tuhan Aku Lapar Usmar Ismail UU ITE Vaksin Covid19 Voice Wawasan Kebangsatan Wiji Thukul WijiThukul Women Of Letters Wonder Writing Workshop Xenophobia Yang Bertahan Dan Binasa Perlahan